Sabtu, 31 Desember 2011

PLTN; BERANI MAJU, BERANI BERESIKO


Kegelisahan yang didasari oleh ketakutan terhadap dampak negatif pemanfaatan energy nuklir ini dirasa wajar saja mengingat suatu inovasi baru memang akan selalu diikuti dengan penerimaan atau penolakan. Banyak orang menolak keberadaannya, tetapi tidak sedikit pula yang menyetujuinya dibangunnya PLTN, termasuk saya. Jika melihat kebutuhan energi di Indonesia yang cukup besar yaitu mencapai 100.000 megawatt, pembangkit listrik di luar tenaga nuklir serasa belum mampu memenuhi semuanya. Seperti geothermal kemungkinan energy yang diperoleh hanya 9.000 megawatt. Untuk sumber energi hidro, Indonesia kemungkinan hanya akan menghasilkan energi setara 10.000 megawatt. Sementara itu, jika memanfaatkan energi matahari, selain mahal dalam hal investasi, dibutuhkan sel surya seluas 20 kilometer persegi untuk memperoleh energi sebesar 1.000 megawatt. Jika yang akan dikembangkan adalah bioenergi, maka untuk mendapatkan energi sebesar 1.000 megawaat setidaknya dibutuhkan lahan untuk penanaman bahan baku seluas 300 kilometer persegi. Singkat cerita, pembangkit listrik di luar nuklir hanya mampu memenuhi enam puluh persen dari permintaan yang ada sehingga mengakibatkan banyak daerah di Indonesia belum terjangkau listrik. Lain halnya dengan nuklir. untuk memperoleh energi sebesar 1.000 megawatt, cukup dibutuhkan 1 unit reaktor nuklir,tentu hal ini akan menghemat biaya dan kebutuhan terhadap energi bisa terpenuhi.
Membahas mengenai pengembangan nuklir, tentu Negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki jumlah penduduk terbesar kelima di dunia tidak perlu ditunda lagi. Seperti yang dikatakan oleh Pakar nuklir Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof. Zaki Su’ud yang dikutip pada Koran Pos Kota mengatakan, jika dilihat dari sisi kesiapan, Indonesia adalah negara paling siap, dibanding dengan negara lain di kawasan Asia Tenggara. Dilihat dari sisi kecukupan bahan baku pun, kandungan uranium di perut bumi Indonesia bisa mencukupi kebutuhan puluhan, bahkan ratusan tahun.
Tidak bisa dipungkiri lagi, kebutuhan terhadap energy akan terus menjulang naik, mengingat perkembangan teknologi yang semakin pesat. Apa-apa menggunakan listrik. Hp,televisi,mesin cuci, laptop dan berbagai kebutuhan rumah tangga lainnya membutuhkan listrik. Bagaimana cara memenuhi semuanya dengan keadaan ekonomi Negara kita sekarang? Nuklir adalah jawaban permasalahan ini. Setidaknya, kita harus berani menanggung resiko demi kelancaran hidup Negara sendiri. Sampai kapan Negara Indonesia harus selalu terbelenggu oleh ketakutan. Kapan berkembangnya?
Memang, tidak dipungkiri penggunaan energy nuklir sebagai pembangkit listrik sangat beresiko dan berdampak mengerikan pada lingkungan, tetapi perlu diingat lagi bahwa semua hal di dunia mengandung baik dan buruk, untung dan rugi, positif dan negatif. Tidak ada yang benar-benar menguntungkan seratus persen. Jika kita selalu takut dengan resiko, mungkin tidak akan pernah ada perkembangan atau revolusi.
Mulailah untuk menghapuskan rasa khawatir dan rasa tidak percaya terhadap kinerja pemerintah (khususnya bagian SDM yang mengelola energy nuklir) dan ubahlah ketakpercayaan itu menjadi dukungan. Tentunya, dukungan tersebut akan menjadi penyemangat mereka dalam bekerja. Penghargaan dan rasa percaya tentu akan membuat mereka mau bekerja keras dan tidak asal-asalan. Menyalahkan dan mengkritik yang tidak dibarengi oleh solusi merupakan salah satu faktor yang membuat mereka ragu dan takut dalam menjalankan tugasnya.
Sungguh disayangkan jika ungkapan skeptis dan pesimis terhadap kemampuan SDM Indonesia dalam teknologi nuklir, tidak lebih dari sebuah mental inferior yang telah ditanamkan penjajah kepada kita selama bertahun-tahun, sehingga pemikiran ini bak warisan yang diturunkan terus dari generasi ke generasi, sehingga kita selalu berpikiran bahwa bangsa lain lebih hebat dari kita, bangsa lain lebih pandai dari kita. Padahal pada kenyataannya sekali-kali tidaklah demikian. Mental inferior inilah yang harus dihapuskan dari pemikiran para generasi muda jika bangsa kita ingin maju. Sejarah telah membuktikan bahwa kita mampu merdeka dengan keringat dan darah kita sendiri, dan bukan merupakan pemberian orang lain. Ini sebenarnya merupakan tanda bahwa kita adalah sejajar dengan bangsa - bangsa lain, bahwa bangsa ini merupakan bangsa besar yang juga mampu untuk melakukan apa yang bangsa lain telah lakukan demi kemajuan negerinya.  (jj)

3 komentar: