Selasa, 03 Januari 2012

Tradisi; Wanita Termaginalkan



Anggapan bahwa novel hanya sebatas hiburan kini terbantahkan oleh sebuah tulisan yang berjudul “Resistensi terhadap Hegemoni Patriarki: Perlawanan Kultural Perempuan-Perempuan Bali dalam Novel”, karya Gede Artawan. Tulisan yang menunjukkan eksistensi novel yang semula hanya dipandang penghilang rasa bosan, kini telah diakui menjadi salah satu alat perjuangan bagi wanita-wanita Bali yang diwacanakan telah terengkuh oleh hegemoni patriarki.  Tulisan yang bisa dikatakan bentuk kepedulian Gede Artawan terhadap perempuan-perempuan Bali ini mengulas tentang kedudukan wanita pada beberapa novel seperti karangan Oka Rusmini, Putu Wijaya dan Panji Tisna yang memang perlu ditanggapi secara serius mengingat semakin terkungkungnya hak wanita di tengah belenggu tradisi yang mengikat kuat secara historis tersebut. 
Salah satu permasalahan yang diangkat dalam novel karangan Oka Rusmini, Putu Wijaya, dan Panji Tisna adalah ketegangan antara tradisi dan modernisasi. Di tengah keinginan untuk memperbaharui ideologi yang telah usang akhirnya membentur tembok tradisi yang boleh dikatakan sulit untuk diubah. Bila dicermati lagi, kegagalan dalam menembus tembok tradisi tersebut disebabkan oleh kerak budaya yang memfosil yang akhirnya menghambat pemikiran rasional dan pragmatis masyarakat Bali. Dapat dikatakan penyetaraan gender adalah hal tabu jika dilihat dari kacamata tradisi. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa ketabuan penyetaraan jender dari kacamata tradisi akan terkikis seiring dengan berjalnnya waktu.
Ada semacam perjuangan kultural yang diusung dalam tulisan yang dikarang oleh Gede Artawam. Pembebasan yang diinginkan oleh seorang perempuan tersebut akhirnya dilakukan dengan terus maju. melawan keteraniayaan. Lewat beberapa terobosan yang disuntikkan pada tradisi lama seperti Men Negara beserta Ni Rawit yang menyangkal konsep sudra dan melakukan nyerod, perempuan bisa dikatakan telah berani melawan hegemoni patriarki. Tidak bisa dipungkiri bahwa perjuangan kultural ini belum mendapat hasil yang maksimal. Penyangkalan terhadap kultural yang telah mendarah daging akan tetap menimbulkan polemik baru yang pada akhirnya menghasilkan masalah baru. Perlawan-perlawanan ekstrem seperti ini tentu mengandung banyak resiko terhadap perempuan yang melakukannya. Kemungkinan terburuk yang akan diterima adalah diasingkan oleh tradisi yang berusaha ditentangnya tersebut. Masyarakat akan makin memandang rendahnya dan pengucilan pun tak terelakkan.
            Perjuangan ke arah persamaan gender yang tuangkan dalam karya satra seolah membuktikan pada kita bahwa perjuangan tidak selalu beradu fisik. Jika kita jeli, karya sastra pun dapat digunakan sebagai senjata dalam memperjuangkan hak-hak perempuan. Halus dan mengena, itulah moto yang mungkin bisa dikatakan sebagai tolok ukurnya. Novel memang tak terbatas pada episode ruang dan waktu  saja tapi lebih pada bagaimana penggambaran tokoh-tokoh perempuannya sehingga pembaca mampu menggali dan mendalami sendiri ide-ide yang ingin disampaikan si penulis. Novel pada konteks ini telah menjadi salah satu ruang produksi dan diaspora symbol, dipadati oleh berbagai kepentingan untuk memperebutkan legitimasi dan mendapatkan otoritas guna menanamkan realitas.

Minggu, 01 Januari 2012

Analisis Wacana Van Dijk


A.    TEKS

1.    Struktru makro (thematic structure)
    Struktru makro merupakan makna global sebuh teks yang dapat dipahami melalui topiknya. Topik direpresentasikan ke dalam suatu atau beberapa kalimat yang merupakan gagasan utama/ide pokok wacana. Topik juga dikatakan sebagai “semantic macrostructure” (van Dijk, 1985:69). Makrostruktur ini dikatakan sebagai semantik karena ketika kita berbicara tentang topik atau tema dalam sebuah teks, kita akan berhadapan dengan makna dan refrensi.

2.    Superstruktru (superstructure)
    Superstruktu merupakan struktru yang digunakan untuk mendeskripsikan sehemata, di mana keseluruhan topik atau isi glogal berita diselipkan. Superstruktru ini mengorganisikan topik dengan cara menyusun kalimat atau unit-unit beritanya berdasarkan urutan atau hiraki yang diinginkan. Sebagai contoh, headlini atau judul beritanya merupakan salah satu unit dalam berita yang diletakan paling atas dan biasanya dicetak lebih tebal dengan ukuran huruf tertentu bahkan dengan warna tertentu. Dari headlini, pembaca sudah tahu topik (yang paling penting) yang dibicarakan berita tersebut. Van Dijk (1988:52) merupakan sejumlah katagori skema berita atau bagian-bagian yang membangun skema sebuah berita yaitu: (1) summary, yang terdiri atas headline dan lead, (2) story yang meliputi: Episode, yaitu peristiwa utama dan konteks serta latar belakangnya, Consequence, Verbal reaction dan comment, yang akan diuraikan lebih jelas sebagian berikut.
a.    Summary
Summary  yang terdiri atas headline dan lead merupakan “ ringkasan “ isi berita. Headline mendefinisikan sebuiah sequece tertentu didalam berita, di mana topik glogal diselipkan. Headline mudah dibedakan dengan kategori skema yang lain karena headline memang dibuat sedemikian rupa dengan ukuran, ketebalan bahkan warna huruf yang berbeda.

b.    Story
1)   Episode: peristiwa utama dan latar belakangnya
Katagori berita selanjutnya adalah peristiwa utama atau main events atau juga Contex. Contex mengandung informasi utama sehubungan dengan topik, yaitu situasi aktual, dan peristiwa konkret bukan situasi umum yang melingkupi sebuah topik. Berbeda dengan contex, latar belakang atau background mengandung informasi yang lebih komprehensif, meliputu budaya strutural dan historis di mana main events terjadi.backgroud meliputi previous Events, yaitu peristiwa sebelumnya yang berhubungan dengan topik, dan historiy, yaitu informasi-informasi “lalu” yang berhubungan dengan topik.

2)   Consequences
Katagori berikutnya adalah consequences yang berfungsi menunjukan koherensi atau hubungan sebab akibat terjadi peristiwa dalam berita. Consequences bisa jadi memiliki posisi yang sama dengan main events. Bahkan bisa jadi lebih penting menjadi topik utama yang dapat muncul di dalam headline.
3)   Verbal Reaction
Verbal Reaction atau reaksi verbal narasumber merupakan sebuah katagori skema berita yang bersifat lebih khusus yang mungkin tampak sebagai consequense. Peristiwa berita yang paling penting biasanya diikuti oleh reaksi verbal partisipan/actor yang penting, seperti pemimpin politik yang hebat.
4)   Comment
Kategori skema terakhir adalah comment yang memuat komemtar, opini dan evaluasi wartawan atau media bersangkutan. Meskipun setiao penulis berita menyadari bahwa fakta dan opini tidak boleh tercampur di dalam berita, kategori comment sering muncul dalam berita (terkadang) secara tidak langsung.

3.    Struktur Mikro
Struktur mikro adalah struktur wacana itu sendiri yang terdiri atas beberapa elemen, yaitu
1)   Elemen sintaksis
Elemen sintaksis merupakan salah satu elemen penting yang dimaanfaatkan untuk mengimplikasikan ideologi. Dengan kata lain, melalui struktur sintaksis tertentu, pembaca dapat menangkap maksud yang ada dibalik kalimat-kalimat dalam berita. Melalui struktur sintaksis, wartawan dapat menggambarkan aktor atau peristiwa tertentu secara negafit maupun posifit.
a.       Koherensi
Koherensi adalah pertalian atau jalinan antarakata, atau kalimat dalam teks, Dua buah kalimat yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan sehingga tampak koheren. Proposisi “demontrasi mahasiswa” dan “nilai tukar rupian melemah” adalah dua buah fakfa yang bernilai. Dua buah proposisi itu menjadi berhubung sebab-akibat ketika ia dihubungkan dengan kata hubung “mengakibatkan” sehingga kalimatnya menjadi “Demontrasi” mahasiswa mengakibatkan nilai tukar rupiah melemah. Dua buah kalimat itu menjadi tidak berhubungan ketika dipakai kata hubung “dan”. Kalimatnya kemudian menjadi “Demonstrasi mahasiswa dan nilai tukar rupiah melemah”. Dalam kalimat ini, antara fakta banyaknya demonstrasi dan nilia tukar rupiah dipandang tidak saling berhubungan, kalimat satu tidak menjelaskan kalimat lain atau menjadi penyebab kalimat lain.
b.      Koherensi Kondisional
Koherensi Kondisianal diantaranya ditandai dengan pemakian anak kalimat sebagai penjelas. Di sini ada dua kalimat,di mana kalimat kedua adalah penjelas atau keterangan dari proposisi pertama, yang dihubungkan dengan kata hubung konjungsi, seperti “yang” atau “dimana”. Kalimat kedua fungsinya hanya sebagai penjelas (anak kalimat), sehingga ada atau tidak anak kalimat itu,tidak akan mengurangi arti kalimat. Anak kalimat itu menjadi cermin kepentingam komunikator karena ia dapat memberi keterangan yang baik/buruk terhadap suatu pertanyaan. Seperti dalam sebuah kalimat “PSSI, yang selalu kalah dalam pertandingan internasional. Tidak jadi dikirim ke Asian Games”. Arti kalimat tersebut tidak akan berubah jika seandainya diubah menjadi “PSSI tidak jadi dikirim ke Asean Games”. Anak kalimat “yang selalu kalah dalam pertandingan” selain menjadi penjelas juga bermakna ejekan terhadap PSSI.
c.       Koherensi pembeda
Jika koherensi kondisional berhubungan dengan pertanyaan bagaimana dua peristiwa dihubungkan/dijelaskan. Koherensi pembeda berhubungan dengan pertanyaan, bagaimana dua buah peristiwa atau fakta itu hendak dibedakan. Seperti mengenai kebebasan pers di ers Gus Dur, pada era Gus Dur kebebasan pers dijamin, namun terjadi peristiwa penduduk banser terhadap harian jawa post hingga menyebabkan koran tersebut tidak bisa terbit. Dua buah peristiwa itu terpisah, tidak berhubungan, juga tidk menyulut peristiwa lain. Akan tetapi, kedua masalah tersebut bisa dibuat berhubungan dengan cara membuat satu peristiwa sebagai kebalikan/kontras dari peristiwa lain. Dalam contoh kasus tersebut, bisa saja dikatakan alangkah berbedanya masa pemerintahan Habibie dan Gus Dur, atau pemerintah Habibie lebih baik dari pada pemerintah Gus Dur.
d.      Pengingkaran
Elemen wacana pengingkaran adalah bentuk praktik wacana yang menggambarkan bagai mana wartawan menyembunyikan apa yang anggin diekpresikan secara amplisit. Penginakaran ini menunjukkan seolah wartawan menyetujuin sesuatu, pahal ia tidak setuju dengan memberikan argumentasia atau fakta yang menyangkal persetujuannya tersebut.

e.       Bentuk kalimat
Bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang berhubungan dengan cara berpikir logis, yaitu prinsip kausalitas. Di mana ia menyatakan apakah A yang menjelaskan B, atau B yang menjelaskan A. Logika kausalitas ini jika diperjemahkan ke dalam bahasa menjadi susunan objek (diterangkan) dan predikat (menerangkan). Bentuk lain adalah dengan pemakian urutan kata-kata yang mempunyai dua fungsi sekaligus. Pertam, menekankan atau menghilangkan dengan penempatan dan pemakian kata atau frase yang mencolok dengan menggunakan pemakian semantik. Yang juga penting dalam sintaksis selain bentuk kalimat adalah posisi proposisi dalam kalimat. Bagaiman proposisi-proposisi diatur dalam satu rangkaian kalimat. Termasuk ke dalam bagian bentuk kalimat ini adalah apakah berita itu memakai bentuk deduktif atau indukfit. Dedukfit adalah bentuk penulisan kalimat dimana inti kalimat (umum) ditempatkan di bagian mukak, kemudian disusul dengan keterangan tambahan (khusus). Sebaliknya, bentuk induktif adalah bentuk penulisan di mana inti kilimat ditempatkan di akhir setelah keterangan tambahan.
f.       Kata Ganti
Elemen kata ganti merupakan elemen untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imanjinatif. Kata ganti merupakan alat yang dipakai oleh komunikator untuk menujukkan di mana posisi seseorang dalam wacana. Dalam mengungkapkan sikapnya, seseoarang dapat menggunakan “kami” atau “saya” yang menggambarkan bahwa sikap tersebut merupakan sikap resmi komunikator. Namun, ketika menggunakan kata ganti “kita”, sikap tersebut sebagai representasi dari sikap bersama dalam suatu komunitas tersebut. pemakian kata ganti yang jamak seperti “kita” (atau “kami”) mempunyai implikasi menumbuhkan solidaritas, aliansi, perhatian, yang pada dasarnya merupakan upaya merangkul dan menghilangkan oposisi yang ada. Pemakian kata ganti “kita” menciptakan komunitas antara wartawan dan para pembaca.
2)   Elemen Semantik (makna lokal)
Elemen semantik ini sangat erat hubunganya dengan elemen leksikon dan sintaksis sebab penggunaan leksikon dan struktur sintaksis tertentu dalam berita dapat memunculkan makna tertentu. Berikut ini adalah unsur-unsur wacana yang tergolong ke dalam elemen semantik.
1.      Latar
Latar merupakan bagian berita yang dapat mengpengaruhi semantik (arti) yang inggin ditampilkan. Latar dapat menjadi alasan pembenar gagasan yang diajukan dalam suatu teks (Eriyanto, 2006.235). oleh karena itu, latar teks merupakan elemen yang berguna karena dapat membongkar apa maksud yang inggin disampaikan oleh wartawan. Latar peristiwa itu dipakai untuk menyediakan dasar hendak ke mana teks dibawah.
2.      Detil
Elemen wacana detil berhunungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan seseorang (Eriyanto, 2006: 238). Detil yang lengkap dan panjang merupakan penonjolan yang dilakukan secara sengaja untuk menciptakan citra tertentu kepada khalayak. Detil yang lengkap itu akan dihilangkan kalau berhubungan dengan sesuatu yang menyangkut kelemahan atau kegagalan komunikator.
3.      Maksud
Elemen wacana maksud hampir sama dengan detil, hanya saja elemen maksud meliat informasi yang menguntungkan komunikator akan diuraikan secara eksplisit dan jelas. Sebaliknya, informasi yang merugikan akan diuraikan secara tersamar, implisit, dan tersembunyi.
4.      Pranggapan
Elemen wacana pranggapan merupakan pertanyaan yang digunakan untuk mendukung makna suatu teks. Pranggapan adalah upaya mendukung pendapat dengan memberikan premis yang dipercaya kebenarannya. Pranggapan hadir dengan pernyataan yang dipandang terpercaya sehingga tidk perlu dipertanyakan. Seperti dalam suatu domonstrasi mahasiswa. Seseorang yang setuju dengan gerakan mahasiswa akan memakai praanggapan berupa pernyataan “perjuangan mahasiswa menyuarakan hati nurani rakyat”. Pernyataan ini  merupakan suatu premis dasar yang akan menentukan proposisi dukunganya terhadap gerakan mahasiswa pada kalimat berikutnya.

3)    Elemen leksikon
Elemen leksikom menyangkut pemilihan diksi. Pemilihan diksi telah diketahui dapat mengeskspresikan idiologi maupun persuai, sebagaimana yang terjadi pada “terrorist” dan “freedomfighter”. Bagaimana aktor yang sama digambarkan dengan dua diksi yang berbeda berimplikasi pada pemahaman pembaca tenteng aktor tersebut.
4)   Elemen Retorik
Elemen ritorik menyangkut penggunaan repetisi, alitersi, metafora yang dapat berfungsi sebagai “idiologi control” manakalah sebuah informasi yang kurang baik tentang aktor tertentu dibuat kurang mencolok sementara informasi tentang aktor lain ditekankan. Dengan kata lain, retorik ini digunakan untuk memberi penekanan posifit atau negatif terhadap aktor atau peristiwa dalam berita.
a.       Grafis
Elemem ini merupakan bagian untuk memberikan apa yang ditekankan atau ditonjolkan (yang berarti dianggap penting) oleh seseorang yang dapat diamati dari teks. Dalam berita elemen grafis ini biasanya muncul lewat bagian tulisan yang dibuat berbeda dibandingkan tulisan lain, seperti pemakian huruf tebal, huruf miring, garis bawah, huruf dengan ukuran lebih besar,termasuk pemakian caption, raster, grafik, gambar, foto dan tabel untuk mendukung pesan. Pemakian angka-angka dalam berita diantaranyadigunakan untuk menyugestikan kebenaran, ketelitian, dan posisi dara suatu laporan. Pemakian jumlah, ukuran statistik menurut Van Dijk (dalam Eriyanto, 2006:258) bukan semata bagian dari standar jurnalistik, melainkan juga menyugestikan presisi dari apa yang hendak dikatakan dalam teks.
b.      Metafora
Dalam suatu wacana, seorang wartawan tidak hanya menyampaikan pesan pokok lewat teks, tetapi juga kiasan,ungkapan, metafora yang dimaksudkan sebagian ornamen atau bumbuu dari suatu berita. Akan tetapi, pemakian metafora tertentu bisa jadi pakian oleh wartawan secara strategi sebagai landasan berfikir, alasan pembenar atas pendapat tertentu kepada publik. Penggunaan ungkapan sehari-hari, peribahasa, pepatah, petuah leluhur, kata-kata kuno, bahkan ungkapan ayat suci dipakai untuk memperkuat pesan utama.
B. KOGNISI SOSIAL
     Kognisi sosial dan produksi berita
                 Dalam pandangan van dijk, kognisi sosial terutama dihubungkan dengan proses produksi berita. Wacana berita di sini tidak hanya dipahami dalam pengertian sejumlah struktur tetapi juga bagian dari proses komunikasi yang kompleks. Titik kunci dalam memahami produksi berita adalah dengan meneliti proses terbentuknya teks. Analisis wacana tidak dibatasi hanya pada struktur teks, karena struktur wacana itui sendiri menujukkan atau menandakan sejumlah makna, pendapat, dan idiologi. Pendekatan kognifit didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak mempunyai makna, tetapi makna itu diberikan oleh pemakian bahasa atau lebih tepatnya proses kesadaran mental pemakian bahasa.
C. KONTEKS
     Analisis Sosial
     Dimensi ketiga analisis wacana van dijk adalah analisis sosial. Wacana adalah bagianwacana yang berkembang dalam masyarakat, sehungga untuk mineliti teks, perludilakukan analisis intertekstual dengan meneliti bagaimana wacana tentang suatu hal diproduksi dalam masyarakat. Titik penting dalam analisis ini adalah untuk menujukkan bagaimana makna yang dihayati bersama, kekuasaan sosial diproduksi lewat praktik didkrusus dan legitimasi.
1.      Praktik kekuasaan
           Van Dijk mendefinisikan kekuasaan tersebut sebagai kepemilikan yang dimiliki oloeh suatu kelompok (atau anggotanya), satu kelompok untuk mengontrol kelompok (atau anggota) dari kelompok lain. Kekuasaan ini umumnya didasarkan pada kepemilikan atas sumber-sumber yang bernilai seperti uang, status, dan pengetahuan. Selain berupa kontrol yang bersifat langsung dan fisik, kekuasaan juga berbentuk persuasif.
2.      Akses mempengaruhi wacana
           Analisis wacana Van Dijk memberi perhatian yang besar pada akses, bagaimana akses di antara masing-masing kelompok dalam masyarakat. Kelompok elit mempunyai akses yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok yang tidak berkuasa. Oleh karena itu, mereka yang lebih berkuasa mempunyai kesempatan lebih besar untuk mempengaruhi kesadaran khalayak. Akses yang lebih besar bukan hanya memberi kesempatan untuk mengontrol kesadaran khalayak lebih besar, tetapi juga menentukan topik apa dan isi wacana apa yang dapat disebarkan dan didiskusikan kepada khalayak.      

JIWAKU DAN LIPSING


 
Lekuk tubuhnya, buramkan kejantanannya. Senyumnya, kalahkan manis sang hawa. Siapa mengira dialah wanita sesungguhnya. Namun apa daya, dia tetap terkurung dalam tubuh sang adam. “Tiada pernah ku menyesali lahirnya sang raga. Aku terlahir dengan teriakan pembebasanku. Kala itu hari ke 28, bulan ke sepuluh, tahun 1990. Semuanya bergembira dengan kedatanganku”.
Musik menggema , mengumandangkan sebuah lagu yang berjudul Lembayung Bali. Dentingan piano mengawali lagu ini. Syair pun mulai didendangkan, namun bukan Saras Dewi si empunya lagu yang hadir di panggung  malam itu. Samar-samar lelaki berbalut busana anggun dan glamor keluar dari belakang panggung. Dia menggerakkan bibirnya,seolah-olah sedang menyanyikan lagu tersebut. Tangan kirinya memegang sebuah mic, dan tangan kanannya berayun bebas mengekspresikan makna lagu yang ingin disampaikan.
Dia berlenggak-lenggok mengenakan High-hills setinggi enam inci; berjalan menyusuri panggung;menyapa para pendengarnya. Dia menggunakan wig berwarna pirang dan memakai make up yang agak tebal; sungguh cantik. Namun dia bukanlah wanita sesungguhnya. Dia adalah laki-laki muda yang mencari uang saku tambahan dengan bekerja sebagai penyanyi lipsing di beberapa acara.
Bernama lengkap, Mastina Surya Ade Martha, memang sosok yang mencintai seni terutama seni Lipsing. Dodok (nama akrabnya) lahir di Singaraja, 28 Oktober 2011. Ia masih berstatus mahasiswa aktif di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas, Ganesha. Sekarang ia tinggal di desa Baktisraga, gang Sri Amertha bersama dua teman sekelasnya.
Mastina adalah sosok yang berbeda ketika berada di panggung. Ketika pentas, sejenak ia melayang ke atas awang, bebas mengekspresikan dirinya. Pentas bak surga dunia baginya. Ia bagaikan tenggelam dalam sakau kenikmatan dan kepuasan bathin ketika mampu menyedot perhatian penonton dengan aksinya. “..yang penting semuanya terhibur..”katanya. Dia seperti memiliki dua jiwa dalam dirinya. Di atas pentas, dialah sosok primadona, di dunia nyata dialah sosok laki-laki pada umumnya. Seperti orang yang memiliki kepribadian ganda, ia benar-benar mampu memposisikan dirinya.
Berbicara mengenai seni, Mastina sudah tak asing lagi dengan hal itu. Seni adalah darah dagingnya. Dari kelas satu SD ia sudah diajari menari oleh kakeknya,Nang Padmi. Beliau merupakan  seorang seniman Arja. Jadi tidak heran, kalau Mastina juga memiliki bakat seperti itu, ibarat buah yang jatuh tidak akan jauh dari pohonnya. Namun dunia Lipsing baru ditekuninya. Itu pun dia belajar otodidak. Berbekal pengetahuan yang minim, dia berani merambah dunia seni ini.
Semua hal pasti memiliki resiko, begitu juga dengan profesinya ini. Tidak hanya pujian yang ia dapat ketika menjalani profesinya sebagai seorang penyanyi Lipsing, cibiran juga ikut terselip dalam riuh tepuk tangan penonton yang menontonnya. Sebagai  seorang adam yang berias layaknya sang hawa, membuatnya harus menanggung resiko untuk diolok-olok. Namun, hatinya tiada pernah goyah. “Aku melakukan ini untuk menghibur, mengapa harus merasa sedih dengan olok-olokan mereka?” ungkapnya.  Pernah sekali ia digoda oleh teman-temannya bahkan dosennya sendiri. Tapi hal itu tak pernah membuatnya gundah. Ketegarannya ini malah membuat ia banyak disukai dan kesederhanaannya membuat dia bisa diterima dalam lingkungannya. Rasa percaya diri yang sungguh luar biasa ditengah gempuran psikologis yang bertubi-tubi. Ada hal yang membuatnya kuat yaitu keluarga dan sahabatnya.
Keseharian dia adalah teman yang mengasyikkan ungkap salah seorang sahabatnya, Indah. ”Kami tidak mempermasalahkan profesinya, lagi pula hal itu tidak perlu dijadikan alasan untuk menjauhinya. Itu adalah sebuah profesi dan juga sebuah bakat. Karena bakat inilah dia mampu menambah uang jajannya. Selama profesi ini masih halal kenapa tidak?”tambahnya.
Sebelum merambah dunia Lipsing, Dodok sempat menggeluti dunia perjogedan. Di beberapa kesempatan seperti acara-acara yang diadakan HMJ PBSI ia sering ikut tampil menghibur penontonnya. Namun, dia akhirnya beralih ke Lipsing demi tuntutan jaman. “Walaupun honor penari joged lebih besar daripada Lipsing, akan tetapi aku lebih memilih Lipsing saja karena peminatnya lebih banyak.”ungkapnya via sms.

 
Namun aku berbeda, aku bukanlah orang yang biasa. Aku menyukai hal-hal yang bertolak belakang dengan kodratku. Mereka tak menyadari itu. Dan aku hanya bungkam. Tiada ingin kejujuran ini menyayat impian mereka. Relung ingin tetap bersembunyi dalam gelap malam yang kujalani. Biarlah kutanggung sendiri apa yang menjadi keyakinanku.”