Selasa, 22 November 2011

Merdeka itu Bohong


Kapan aku bisa mengucapkan kata merdeka ketika jiwa tak benar-benar merdeka. Aku terlampau takut mengatakan bahwa jaya Indonesia ketika semuanya hanya semu belaka. Aku tak benar-benar melihat arti kemerdekaan yang sebenarnnya pada negaraku. Label merdeka yang didapat susah payah oleh pahlawan kita kini hanya terkoyak oleh tangan-tangan generasi kita sekarang. Apa yang bisa dibanggakan ketika keadaan tak membaik setelah dengungan kata merdeka itu dikumandangkan? Hanya sebuah kepalsuan yang ku lihat selama ini, tak ada kebenaran dalam nasionalisme yang diungkapkan oleh penerus bangsa. Hanya bengis, hanya emosi, hanya pengkambinghitaman hanya itu yang ada. Hanya marah yang terlihat ketika pulau-pulau kita terampas, hanya kutukan-kutukan yang kita beri ketika semua yang kita miliki diakui orang. Salah siapa? Mengapa menyalahkan mereka yang di sana? Mengapa tak instrospeksi diri? Mereka hanya memanfaatkan kelengahan kita! Kita telalu asyik dengan urusan sendiri. Pernahkah kau bertanya pada dirimu? Indonesia ini punya siapa? Milik siapa? Pernahkah bertanya pada bumimu? Apa yang telah kamu lakukan untuk melindungi bumimu? Apa yang kamu dapat ketika kamu memaki dan mencerca mereka yang merebut bumimu? Hanya sakit yang berlebih yang kamu dapatkan dan aku yakin mereka takkan merasakan apa-apa dari makianmu. Mereka hanya merasa puas karena telah mendapatkan apa yang mereka inginkan, sedangkan kita? Ayolah.. Kita hanya menghabiskan tenaga dan emosi. Lalu apa? Apakah semuanya akan kembali? Mengapa kita tidak memulai mempertahankan atau mulai menjaga pertiwi kita saja? Masih banyak yang bisa kita lakukan (tentunya yang bermanfaat) tanpa perang, tanpa permusuhan. Anggap saja mereka yang merebut sang pertiwi adalah seorang malaikat yang mengingatkan kita kembali bahwa Indonesia milik kita dan dia membutuhkan kita untuk selalu menjaga,melindungi dan melestarikannya. Just positif thinking guys..just it (setidaknya kamu bisa berpikir dewasa dengan meredam emosi)

intermezzoooo:
Satu lagi, apakah kamu pernah menonton Madagaskar 2. Aku salut dengan keteguhan si Pinguin. Walaupun kapalnya sangat hancur, tetapi mereka tidak memperlihatkan rasa kecewa,sedih ataupun putus asa, mereka malah langsung memperbaiki tanpa harus menyalahkan siapapun. Pada akhirnya kapal mereka kembali dapat terbang. (suri tauladan) haha.. ayo rasakan sindirannya. Jika merasa tersindir itu bagus.. :-) jjlutuna..sumber gambar:http://i644.photobucket.com/albums/uu169/tarrena/merdeka-cartoon.jpg

Kamis, 17 November 2011

Memaknai Perayaan 17 Agustus

Seru suara menggema; menyiarkan kemerdekaan yang telah terjadi enam puluh enam tahun yang lalu. Tak terasa sudah 66 tahun Republik ini merdeka, tepat 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB bung Karno didampingi bung Hatta membacakan teks Proklamasi. Sudah selama itu pula bangsa Indonesia mengecap kebebasan dan jauh dari segala perbudakan.

Tujuh belas Agustus tahun empat lima, itulah hari kemerdekaan kita. Hari merdeka nusa dan bangsa, hari lahirnya bangsa Indonesia, Mer! De! Ka! Sekali merdeka tetap merdeka! Selama ayat masih dikandung badan…”

Nyanyian yang sarat dengan nada patriotisme rakyat bagi negaranya. Sungguh mengharukan semangat rakyat bagi bangsanya.

Kondisi masa kini justru menujukkan hal yang sebaliknya. Rakyat tak lagi mengingat gelora patriotisme yang dulu mengelegar. Rakyat kini hanya sibuk dengan pikiran sendiri-sendiri dan tidak lagi peduli arti kemerdekaan. Arti kemerdekaan itu seakan bukan hal penting lagi. Akan tetapi, tidak keseluruhan pendapat itu terbukti. Di Kabupaten Buleleng, di ujung Utara Pulau Bali, gelegak kemerdekaan itu dirayakan dengan cara yang berbeda dan sederhana serta diliputi oleh rasa suka cita oleh rakyatnya.

Rasa suka cita biasanya diluapkan dalam bentuk perayaan-perayaan akbar. Di Buleleng, perayaan lebih mengedepankan pameran kesenian seperti Pawai, pasar malam sekaligus pameran. Pawai dan pameran merupakan acara yang paling diunggulkan pada perayaan tersebut karena keduanya mengemban tujuan khusus yang mulia. Apakah itu? Ada istilah klise seperti ini, “Tak kenal maka tak sayang”. Lewat pawai dan pameran inilah, pemerintah ingin memperkenalkan kembali kesenian-kesenian maupun ciri khas setiap kecamatan di Buleleng yang mulai memudar tergerus jaman. Walaupun perbedaan mewarnai pawai dan pameran ini, tetapi hal tersebut adalah bentuk kebinekaan kecil negara Indonesia. Ibarat sebuah replika, pawai ini tampak mengisyaratkan betapa kaya bumi Indonesia dengan seni dan budaya. Di tengah era yang mulai memodernisasi kehidupan manusia, Buleleng seolah ingin tetap pada jati dirinya. Tetap bukan berarti tak mau berkembang atau statis tetapi hanya takut kehilangan kenangan yang membuat Buleleng apa adanya. Dengan tetap mempertahankan apa yang telah diwariskan itu berarti Buleleng tak durhaka pada nenek moyang mereka sendiri.

Belajar dari sejarah adalah motto yang terselip dalam pawai dan pameran ini seperti kata Bung Karno, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak lupa dengan sejarahnya”. Jadi, jika ingin menjadi bangsa yang besar seperti kata beliau, kita seharusnya bisa menghargai sejarah. Dalam hal ini, jika dikaitkan dengan kesenian maupun kebudayaan, Bung Karno seolah memberikan sebuah keyakinan bahwa dengan melestarikan dan mengingat kebudayaan maupun kesenian yang telah dimiliki sejak dulu, itu artinya kita sudah menghargai sejarah. Dari sana kita dapat memetik suatu makna bahwa, hari ini tidak akan ada jika tidak ada hari kemarin, kebudayaan sekarang tidak akan ada jika tak ada kebudayaan di masa lalu. Itulah makna dari menghargai sejarah. Tentunya kita tidak ingin kasus pencurian kebudayaan lokal terulang kembali, seperti batik yang diklaim milik Malaysia atau lagu “Rasa Sayange” yang juga diklaem oleh Malaysia, hanya karena kita lupa dengan kebudayaan sendiri. Relakah kita hal itu terjadi lagi? Jadi jelas bahwa penting melestarikan apa yang telah kita punya daripada ikut-ikutan kebudayaan asing yang tidak sesuai dengan jati diri bangsa kita. Jika bukan kita yang mehargai kepunyaan sendiri, siapa lagi? Seperti kata iklan rokok yang satu ini “Rumput tetangga boleh saja terlihat lebih asik tapi lebih asik rumput gue”. Jadi, belajarlah mencintai kesenian bangsa sendiri.

Jika dipikirkan kembali, nenek moyang kita adalah manusia-manusia jenius yang mampu menciptakan karya seni di tengah keterbatasan yang mereka miliki. Lihat saja, hal-hal kecil mereka jadikan inspirasi dalam berkarya seperti gerakan burung bisa menjadi tarian, sebuah batu bisa menjadi senjata atau peralatan rumah tangga, dan lainya. Kebudayaan-kebudayaan ini adalah cikal bakal kebudayaan kita sekarang. Kita seharusnya berbangga hati pada hasil kebudayaan nenek moyang kita sendiri. Tugas kita sekarang adalah melestarikannya dan menjaganya. Lewat pawai dan pameran inilah kita diingatkan kembali pada usaha keras nenek moyang dalam mewujudkan kehidupan yang lebih baik seperti sekarang. Kecanggihan dan kenyaman hidup kita sekarang, berkat siapa? Belajarlah untuk mengucapkan terimakasih pada mereka lewat kepedulianmu.

Sekali lagi, walaupun tak tampak secara jelas tertulis, tetapi itulah makna yang terkandung sesungguhnya. Pawai dan pameran ini bukan semata-mata untuk hura-hura atau bersenang-senang tetapi lebih pada pemaknaan perayaan akbar ulang tahun bangsa kita.

Jangan hanya menuntut apa yang bangsamu berikan kepadamu, tapi coba pikirkan apa yang bisa kau berikan untuk bangsamu.

Perjalanan Sang Akun

“Teman-teman ingat besok kita rapat Bulan Bahasa jam 6 di Kampus bawah” itulah satu kutipan status yang selalu mewarnai akun facebook milik HMJ Basindo. Setelah satu tahun mati suri, akhirnya dia digunakan lagi oleh pemiliknya. Lama ia telah tertidur lelap dalam ketidakberfungsiannya. Seperti putri tidur yang akhirnya menemukan sang pangeran, akun facebook ini pun mulai eksis dan bangkit kembali. Oleh ketua HMJ Basindo 2010/2011, I Nengah Sueca, akun ini diperdayakan lagi dengan maksimal. Di balik eksistensi yang mulai bersinar, sang Akun pun pernah terpuruk dan mengecap pengalaman pahit.

Akun ini terlahir di tengah Indonesia berkabung ;WS Rendra telah berpulang, tepat pada hari Kamis 6 Agustus 2009. Sebenarnya, pembuatan sang Akun tak ada hubungan dengan wafat sang Sastrawan, itu hanyalah kebetulan. Tetapi , mendengar sang WS Rendra telah tiada, ketua HMJ 2008/2009, Numertayasa berinisiatif untuk menjadikan foto WS Rendra sebagai foto profil sang Akun. Selain untuk mengenang, penggunaan foto tersebut juga sebagai bentuk penghormatan kepada WS Rendra yang telah almarhum.

Minggu-minggu pertama, sang Akun tampak ceria karena selalu digunakan menyebarluaskan informasi. Dia merasa sangat berguna bagi kehidupan di kampus. Beberapa puisi WS Rendra, beserta sastrawan lain pun pernah termuat pada status-status akun tersebut. Selain itu, banyak alumnus yang memberikan komen-komen menanyakan kabar atau sekedar memberikan kritik dan saran mengenai Organisasi Kemahasiswaan HMJ ini. Bisa dikatakan, sang Akun dimanfaatkan untuk menghubungkan antara Mahasiswa lama, Mahasiswa baru maupun Alumnus dalam satu wilayah komunikasi yang sangat hangat. Bulan itu seolah menjadi bulan keemasan bagi sang Akun.

Namun, lambat laun sang Akun mulai ditinggalkan. Seperti pacar yang mulai sibuk dengan urusannya sendiri, sang Akun mulai dicuekin. Anget-anget tai ayam, itulah istilah yang cocok untuk menggambarkan situasi yang terjadi. Sang Akun seolah kehilangan daya tariknya lagi. Sang Akun benar-benar ditinggalkan oleh kesibukan sang Ketua HMJ. Kesibukannya semakin bertambah,bertambah dan terus bertambah. Tugas semakin menumpuk bagai gunung Himalaya, kegiatan-kegiatan HMJ juga banyak menguras tenaga, hingga akhirnya sang Akun terbengkalai. Akun ini sebenarnya milik pribadi yang diketahui pribadi. Vakumnya sang Akun, juga tak terlepas dari pengaruh kesibukan sang pemilik akun itu sendiri yaitu Numertayasa. Di tengah kesibukannya yang padat, Numertayasa masih kekeh tak memberitahukan password sang Akun kepada siapa pun. Dia masih takut, sang Akun akan disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tak bertanggungjawab. Akhirnya, keberadaan sang Akun pun semakin terancam. Lama kelamaan, akun ini mulai jarang dipergunakan lagi.

Menginjak usia satu tahun, Akun ini semakin luput dari perhatian. Tiada yang tahu keberadaannya dan malah dianggap tak pernah ada. Pilu mungkin dirasakan sang Akun jika dia diberikan kesempatan mencurahkan hati. Sayang dia hanya benda maya yang menjadi salah satu ikon di internet. Niat baik yang diemban ketika pertama kali dibuat oleh Numertayasa, ketua HMJ Basindo 2008/2009, seolah sirna oleh kesibukan yang dimiliki sang ketua. Dia tidak sempat lagi ke warnet di dekat kampus untuk sekedar meng-update status. Dia juga tidak sempat membuka facebook dikala uang tiada punya. Akun ini menjerit! “Mengapa tuanku melupakanku! Aku hanya diam dan nyaris kadarluarsa! Kapan aku diperhatikan?” ungkapnya jika ia bermulut. Tetapi Numertayasa seolah tak mampu mendengarkan suara halus yang ditujukan kepadanya. Dia nampak tetap melanjutkan kesibukannya. “ Aku juga ingin membantumu,tuan”seolah sang Akun berbisik; masih tak digubris.

Pemerintahan berganti, ketua pun berganti. Akhirnya Numertayasa lengser dan digantikan oleh Karmayasa. Berganti pemerintahan tak mengganti nasib sang Akun Facebook. Pada pemerintahan kak Karma, Akun ini malah makin terlupakan. Selama kurun waktu satu tahunan, akun ini benar-benar mati suri. Sampai akhirnya pemerintahan Sueca, sang Akun pun mulai dieksiskan. Keteguhan Numertayasa dalam menjaga kerahasian password sang Akun, hancur sudah. Dia mulai menyadari bahwa kekeraskepalaannya hanya akan membuat sang Akun menderita. Di tengah keinginan untuk melindungi sang Akun, tetapi nyatanya ia malah membuatnya hilang. Anekdot pun tersungging ketika Numertayasa memberikan password itu kepada kepada Sueca. “Akun ini sudah lama tak dibuka, mungkin ketika kamu membukanya sarang laba-laba telah memenuhi layar sang Akun”ungkap Numertayasa. Sueca hanya tertawa renyah. Peristiwa sakral penyerahan password sang Akun terjadi dengan hikmat. Tanpa berbasa-basi Numertayasa lalu mengungkapkan password tersebut pada ketua HMJ 2010/2011 tersebut. Dengan sigap ketua HMJ 2010/2011 ini menerima dan langsung memperbaharui semuanya. Kini, sang Akun selamat. Dia terhindar dari kematian yang mungkin telah mengintainya dari dulu. Seolah burung yang terbang bebas, sang Akun kini kembali melebarkan sayapnya. Setiap kegiatan yang dilakukan oleh HMJ PBSI selalu menjadi status terbaru di Akun tersebut. Mulai dari Ratam, Bulan Bahasa Indonesia, dan lainnya. Kini sang Akun bisa tersenyum kembali setelah lama tertidur dalam ketidakberfungsian. Jikalau ia boleh berbicara, tentu ia akan mengucapkan terimakasih karena telah mengaktifkannya kembali.

Juliasih/0912011003

Aku Spesial


(features)

Aku ada demi mereka yang dianggap takkan berguna bagi dunia. Kujadikan mereka permata ketika lumpur menutupi sinar lugu yang terpancar dari wajahnya.

“Iih.. anak itu aneh,lihat!” cibiran demi cibiran terlontar dari orang-orang yang menatap sinis kepada Gede Setiawan (5th). Dia adalah anak yang mengalami keterbelakangan mental yang berasal dari desa Celuk Buluh,Anturan Singaraja. Dia dipandang rendah seperti sampah yang tak berguna hanya karena berbeda. Selama setahun ia diperlakukan tidak baik oleh neneknya sendiri, Ni wayan Rinten. “Aduh.. apa gunanya dia dimasa depan” ungkapnya. Ketut Darning (56th) sang ibu hanya tersenyum simpul mendengarkan mertuanya berkata demikian. Perlakuan-pelakuan sang Nenek diakui Darning membuat Gede menjadi anak yang agresif, suka meludah sembarangan, suka menggigit dan susah diatur. Lama sang ibu, tertunduk dan diam melihat anaknya bertingkah demikian tetapi bukan berarti ia menyerah dengan keadaan. Dia mengambil pilihan untuk menyekolahkan anaknya di Yayasan Sjaki-Tari-Us.

Tiga tahun berlalu, Darmi mampu melebarkan senyumnya kembali karena banyak perubahan yang terjadi pada diri Gede. Dia telah mampu mengurus dirinya sendiri seperti makan sendiri, sekolah sendiri (tanpa ditunggui), selalu memberi salam, dan lainnya. Hal ini tentu menjadi kado istimewa bagi Darmi. “Ini juga berkat kerjasama kami dan orang tua Gede”kata pak Tedi(guru pengasuh Gede). Dia menjelaskan bahwa pelatihan yang diberikan berfokus pada kemandirian.

”Kami memfokuskan pada pelatihan kemandirian agar Gede bisa mengurus dirinya sendiri terlebih dahulu. Lalu mengajarkan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan serta membiasakan Gede hidup sehat. Secara tidak langsung, ini juga akan membentuk karakternya” tambahnya sambil tersenyum memperhatikan anak-anak didiknya bermain di halaman.

Selain itu dia juga mengungkapkan bahwa pembentukan karakter yang dimaksudkan lebih menjurus pada penataan sikap anak-anak keterbelakangan mental yang memang terkesan liar dan tak terurus. Pelatihan-pelatihan yang dikemas dengan metode bermain, akan membuat mereka merasa nyaman dan terbiasa untuk melakukan apa yang boleh dan apa yang tidak.

Sama halnya dengan Darmi, pak Tedi juga ia ingin mematahkan ungkapan bahwa anak yang mengalami keterbelakangan mental itu adalah anak yang tidak berguna. Dia juga ingin membuktikan pada dunia, anak-anak ini adalah permata yang seharusnya diperlakukan layaknya permata bukan dipandang hina atau rendah. Mereka hanya membutuhkan perlakuan yang sama seperti anak biasa.(jj)