Kegelisahan yang didasari oleh ketakutan terhadap dampak negatif
pemanfaatan energy nuklir ini dirasa wajar saja mengingat suatu inovasi baru
memang akan selalu diikuti dengan penerimaan atau penolakan. Banyak orang
menolak keberadaannya, tetapi tidak sedikit pula yang menyetujuinya dibangunnya
PLTN, termasuk saya. Jika melihat kebutuhan energi di Indonesia yang cukup
besar yaitu mencapai 100.000 megawatt, pembangkit listrik di luar tenaga nuklir serasa belum mampu memenuhi
semuanya. Seperti geothermal kemungkinan
energy yang
diperoleh hanya 9.000 megawatt. Untuk sumber energi hidro, Indonesia
kemungkinan hanya akan menghasilkan energi setara 10.000 megawatt. Sementara itu, jika memanfaatkan energi matahari,
selain mahal dalam hal investasi, dibutuhkan sel surya seluas 20 kilometer
persegi untuk memperoleh energi sebesar 1.000 megawatt. Jika yang akan dikembangkan adalah bioenergi, maka
untuk mendapatkan energi sebesar 1.000 megawaat setidaknya dibutuhkan lahan
untuk penanaman bahan baku seluas 300 kilometer persegi. Singkat cerita, pembangkit listrik di luar nuklir hanya mampu
memenuhi enam puluh persen dari permintaan yang ada sehingga mengakibatkan
banyak daerah di Indonesia belum terjangkau listrik. Lain halnya dengan nuklir.
untuk
memperoleh energi sebesar 1.000 megawatt, cukup dibutuhkan 1 unit reaktor
nuklir,tentu hal ini akan menghemat
biaya dan kebutuhan terhadap energi bisa terpenuhi.
Membahas mengenai pengembangan nuklir, tentu Negara berkembang seperti
Indonesia yang memiliki jumlah penduduk terbesar kelima di dunia tidak perlu
ditunda lagi. Seperti yang dikatakan oleh Pakar nuklir Institut Teknologi
Bandung (ITB), Prof. Zaki Su’ud yang dikutip
pada Koran Pos Kota mengatakan, jika dilihat dari sisi kesiapan, Indonesia
adalah negara paling siap, dibanding dengan negara lain di kawasan Asia
Tenggara. Dilihat dari sisi kecukupan bahan baku pun, kandungan uranium di
perut bumi Indonesia bisa mencukupi kebutuhan puluhan, bahkan ratusan tahun.
Tidak bisa dipungkiri lagi, kebutuhan terhadap
energy akan terus menjulang naik, mengingat perkembangan teknologi yang semakin
pesat. Apa-apa menggunakan listrik. Hp,televisi,mesin cuci, laptop dan berbagai
kebutuhan rumah tangga lainnya membutuhkan listrik. Bagaimana cara memenuhi
semuanya dengan keadaan ekonomi Negara kita sekarang? Nuklir adalah jawaban
permasalahan ini. Setidaknya, kita harus berani menanggung resiko demi
kelancaran hidup Negara sendiri. Sampai kapan Negara Indonesia harus selalu terbelenggu oleh ketakutan.
Kapan berkembangnya?
Memang, tidak dipungkiri penggunaan
energy nuklir sebagai pembangkit listrik sangat beresiko dan berdampak
mengerikan pada lingkungan, tetapi perlu diingat lagi bahwa semua hal di dunia
mengandung baik dan buruk, untung dan rugi, positif dan negatif. Tidak ada yang
benar-benar menguntungkan seratus persen. Jika kita selalu takut dengan resiko,
mungkin tidak akan pernah ada perkembangan atau revolusi.
Mulailah untuk menghapuskan rasa khawatir dan rasa tidak percaya
terhadap kinerja pemerintah (khususnya bagian SDM yang mengelola energy nuklir)
dan ubahlah ketakpercayaan itu menjadi dukungan. Tentunya, dukungan tersebut akan
menjadi penyemangat mereka dalam bekerja. Penghargaan dan rasa percaya tentu
akan membuat mereka mau bekerja keras dan tidak asal-asalan. Menyalahkan dan
mengkritik yang tidak dibarengi oleh solusi merupakan salah satu faktor yang
membuat mereka ragu dan takut dalam menjalankan tugasnya.
Sungguh
disayangkan jika ungkapan skeptis dan pesimis terhadap kemampuan SDM Indonesia dalam teknologi nuklir,
tidak lebih dari sebuah mental inferior yang telah ditanamkan penjajah kepada
kita selama bertahun-tahun, sehingga pemikiran ini bak warisan yang diturunkan terus dari generasi ke generasi,
sehingga kita selalu berpikiran bahwa bangsa lain lebih hebat dari kita, bangsa
lain lebih pandai dari kita. Padahal pada kenyataannya sekali-kali tidaklah
demikian. Mental inferior inilah yang harus dihapuskan dari pemikiran para
generasi muda jika bangsa kita ingin maju. Sejarah telah membuktikan bahwa kita
mampu merdeka dengan keringat dan darah kita sendiri, dan bukan merupakan
pemberian orang lain. Ini sebenarnya merupakan tanda bahwa kita adalah sejajar
dengan bangsa - bangsa lain, bahwa bangsa ini merupakan bangsa besar yang juga
mampu untuk melakukan apa yang bangsa lain telah lakukan demi kemajuan
negerinya. (jj)
setuju
BalasHapuswkwk...thank komennya
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus