Paragraf dengan Pola Pengembangan Anekdot
Ketika itu aku masih duduk di bangku SD. Aku dan Dedut, salah seorang anak tetanggaku sedang asyik bermain di teras rumahku. Kami tertawa bersama, larut dalam kebahagian;menikmati masa kecil yang indah. Sayangnya hal itu tak berlangsung lama. Kejadian itu begitu cepat, bagaikan kilat yang menyambar. Berawal dari Bleki, anjingku, yang datang secara tiba-tiba dari arah belakang dan menyambar tubuhku. Sontak aku kaget. Ketika itu, tawa masih ada pada bibirku yang mungil. Namun ekspresi meringis, kini menggantikan tawa itu. Naas bagiku. Dalam keadaan tengkurap, dua buah gigi seriku, kini beradu dengan kerasnya lantai terasku. Alhasil, kedua gigiku tersebut retak, karena kalah melawan si Lantai yang terlampau lebih kuat. Tak tanggung-tanggung, retakan tersebut membentuk dua buah gigi yang mirib dengan gigi taring. Dan parahnya, retakan itu tepat berada di gigi atas bagian depan. Begitu strategis, hingga semua orang bisa melihatnya dengan jelas. Aku menatap bayanganku di cermin. Serasa ingin menangis. Ku merunduk,diam sejenak. Sebuah ide gila pun muncul dalam kebingungan dan rasa maluku. Ketika rasa putus asa merajai pikiran, logika bodoh pun menjadi pilihan untuk mengatasi masalahku. Ku ambil pemotong kuku dari laci, lalu apa yang terjadi? ’Krek! Krek!” suara itu nyaring terdengar hingga membuatku ngilu sendiri. Tapi, mau tahukah kamu, apa yang sebenarnya terjadi? Ya.. dua gigi taring jadi-jadian itu, kini telah ku potong dengan pemotong kuku. Ide ini terinspirasi dari anjingku, Bleki. Sewaktu kecil, aku pernah memotong gigi taringnya dengan pemotong kuku, sehingga aku berpikir,” Kenapa tidak, jika kucoba hal itu dengan gigiku, ya ’kan?!”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar