Sejarah desa Petiga,menurut cerita dari mulut kemulut,terutama dari penglingsir dan juga prasasti serta lontar terutama Babad Marga, bahwa dulu desa petiga terdiri dari beberapa banjar yaitu;
1. Banjar Pekarangan 45 kk
2. Banjar Gong 45 kk
3. Banjar Bantanwani 27 kk
4. Banjar Salak
5. Banjar Umabusah
6. Banjar Pengerisikan
Dari cerita tersebut bahwa pada jaman itu terjadi perebutan kekeuasaan antara kerajaan-kerajaan di Bali, khususnya kerajaan Mengwi, kerajaan Belayu, kerajaan Tabanan, kerajaan Marga, yang mengakibatkan terjadinya pengungsian besar-besaran di Bali. Khususnya pengungsian yang terjadi di desa Petiga,mengakibatkan beberapa banjar tersebut atas lokasinya bergeser kearah barat dari lokasi yang sekarang yaitu banjar Umabuah. Akibat pergeseran tersebut diatas dikelompokkan menjadi 3 bagian atau di pahtiga yang artinya tiga bagian. Dari kata pah-tiga inilah kemudian nama desa Petiga diambil, yaitu pah-tiga menjadi pe-tiga (Petiga). Pah-tiga yang dimaksud adalah dari banjar-banjar tersebut adalah
Selain itu ada beberapa banjar lagi yang masih termasuk desa petiga yaitu: Banjar
Kikik,Banjar Alas Peran,Uma Bali,Uma Bali Telabah.
1. Sejarah Banjar Kikik
Konon jaman dahulu warga Sembung Mengwi mengungsi ke desa Marga yang berlokasi di banjar Kelaci , karena terlalu penuh (Keletci) maka beberapa warga pindah/ mengungsi ke utara,berlokasi di sebelah selatan banjar Geluntung Kelod dengan beberapa warga merasa senang hati (ketawa-ketawa) karena mendapat lokasi yang luas / kosong disanalah kesempatan bersama terbentukalah suatu perkumpulan yang sekarang yang diberi nama Banjar Kikik (tertawa-tawa)
2. Sejarah Banjar Alas Peran
Konon di jaman dulu ada sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Perean, karena Raja Perean tidak tinggal di lokasi itu,karena ada gangguan/serangan dari banyak serangga (semut merah) maka raja perean pindah / mengungsi ke timur laut menuju lokasi baru yang sekarang bernama Desa Perean . dan Raja Perean meninggalkan sebuah pelinggih yang bernama pura Melanting. Karena lokasi itu kosong, datang penduduk Geluntung Kelod dan penduduk banjar Kikik, menempati lokasi itu hingga sekarang mencapai jumlah kknya 17kk dan membentuk banjar adat yaitu Banjar Adat Alas Perean.
3. Sejarah Uma Bali
Berdasarkan cerita dari penglingsir / orang tua, karena pada jaman dulu kala (pada jaman kerajaan Perean) daerah Uma Bali ini sudah ada dan merupakan tempatnya Umah Bala, untuk menjaga /melindungi daerah kekuasaan kerajaan Perean. Dalam hal ini yang menjadi daerah pelindung terdekatnya kerajaan Alas Peran. Untuk perkembangannya Um,A Bala menjadi Uma Bali.
4. Sejarah Uma Bali Telabah
Uma Bli telabah menurut keterangan/cerita dari para orang tua daerah ini merupakan kelanjutan dari Uma Bali , ini artinya setelah dalam perkembangannya mengalami kepadatan penduduk. Maka Uma Bali ini mengembangkan wilayahnya ke Dauh Telabah, maka daerah ini dinamakan Uma Bali Dauh Telabah.
1. Banjar Pekarangan 45 kk
2. Banjar Gong 45 kk
3. Banjar Bantanwani 27 kk
4. Banjar Salak
5. Banjar Umabusah
6. Banjar Pengerisikan
Dari cerita tersebut bahwa pada jaman itu terjadi perebutan kekeuasaan antara kerajaan-kerajaan di Bali, khususnya kerajaan Mengwi, kerajaan Belayu, kerajaan Tabanan, kerajaan Marga, yang mengakibatkan terjadinya pengungsian besar-besaran di Bali. Khususnya pengungsian yang terjadi di desa Petiga,mengakibatkan beberapa banjar tersebut atas lokasinya bergeser kearah barat dari lokasi yang sekarang yaitu banjar Umabuah. Akibat pergeseran tersebut diatas dikelompokkan menjadi 3 bagian atau di pahtiga yang artinya tiga bagian. Dari kata pah-tiga inilah kemudian nama desa Petiga diambil, yaitu pah-tiga menjadi pe-tiga (Petiga). Pah-tiga yang dimaksud adalah dari banjar-banjar tersebut adalah
- Banjar Pekraman, lokasinya dipindahkan kesekitar pura Semingan yang kemudian menjadi Banjar Semingan
- Banjar Gong di geser ke subak Belanban yang kemudian di beri nama banjar Belanban
- Banjar Batanwani, lokasinya digeser agak ke tenggara dan kemudian di beri nama Petiga Kangin
- Serta beberapa bagian dari ketiga banjar tersebut di geser ke bagian barat daya yaitu suatu tempat yang merupakan hutan Gelagah sampai sekarang tempat tersebut di beri nama Banjar Gelagah
Selain itu ada beberapa banjar lagi yang masih termasuk desa petiga yaitu: Banjar
Kikik,Banjar Alas Peran,Uma Bali,Uma Bali Telabah.
1. Sejarah Banjar Kikik
Konon jaman dahulu warga Sembung Mengwi mengungsi ke desa Marga yang berlokasi di banjar Kelaci , karena terlalu penuh (Keletci) maka beberapa warga pindah/ mengungsi ke utara,berlokasi di sebelah selatan banjar Geluntung Kelod dengan beberapa warga merasa senang hati (ketawa-ketawa) karena mendapat lokasi yang luas / kosong disanalah kesempatan bersama terbentukalah suatu perkumpulan yang sekarang yang diberi nama Banjar Kikik (tertawa-tawa)
2. Sejarah Banjar Alas Peran
Konon di jaman dulu ada sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Perean, karena Raja Perean tidak tinggal di lokasi itu,karena ada gangguan/serangan dari banyak serangga (semut merah) maka raja perean pindah / mengungsi ke timur laut menuju lokasi baru yang sekarang bernama Desa Perean . dan Raja Perean meninggalkan sebuah pelinggih yang bernama pura Melanting. Karena lokasi itu kosong, datang penduduk Geluntung Kelod dan penduduk banjar Kikik, menempati lokasi itu hingga sekarang mencapai jumlah kknya 17kk dan membentuk banjar adat yaitu Banjar Adat Alas Perean.
3. Sejarah Uma Bali
Berdasarkan cerita dari penglingsir / orang tua, karena pada jaman dulu kala (pada jaman kerajaan Perean) daerah Uma Bali ini sudah ada dan merupakan tempatnya Umah Bala, untuk menjaga /melindungi daerah kekuasaan kerajaan Perean. Dalam hal ini yang menjadi daerah pelindung terdekatnya kerajaan Alas Peran. Untuk perkembangannya Um,A Bala menjadi Uma Bali.
4. Sejarah Uma Bali Telabah
Uma Bli telabah menurut keterangan/cerita dari para orang tua daerah ini merupakan kelanjutan dari Uma Bali , ini artinya setelah dalam perkembangannya mengalami kepadatan penduduk. Maka Uma Bali ini mengembangkan wilayahnya ke Dauh Telabah, maka daerah ini dinamakan Uma Bali Dauh Telabah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar